Berdasarkan bukti-bukti arkeologis dapat di interprestasikan asal- usul nama tempat atau kawasan mengacu nama-nama fauna dan flora. Munculnya nama Jembrana berasal dari kawasan hutan belantara yangsaat itu diberi nama Jimbarwana yang konon dihuni raja ular. Sifat-sifat mitologis dari penyebutan nama-nama tempat telah mentradisi melalui cerita turun-temurun di kalangan penduduk. Berdasarkan cerita rakyat dan tradisi lisan (folklore) yang muncul telah memberi inspirasi di kalangan pembangun lembaga kekuasaan tradisional (raja dan kerajaan).
Raja serta pengikutnya yang berasal dari etnik Bali Hindu maupun dari etnik non Bali yang beragama Islam telah membangun kraton sebagai pusat pemerintahan yang diberi nama Puri Gede Jembrana oleh I Gusti Made Yasa (penguasa Brangbang) pada awal abad XVII. Raja pertama yang memerintah di kraton (Puri) Gede Agung Jembrana adalah I Gusti Ngurah Jembrana. Selain kraton, penguasa brambangan juga memberikan rakyat pengikut (wadwa), busana kerajaan yang dilengkapi barang-barang pusaka berupa tombak dan tulup. Demikian pula diberikan keris pusaka yang diberi nama “Ki Tatas” untuk memperbesar kewibawaan kerajaan. Tercatat bahwa ada tiga orang raja yang berkuasa di pusat pemerintahan Kraton (Puri) Agung Jembrana.
Sejak kekuasaan kerajaan dipegang oleh Raja I Gusti Gede Seloka, mulai dilakukan pembangunan Kraton (Puri) baru sebagai pusat pemerintahan. Kraton (Puri) yang dibangun itu diberi nama Puri Agung Negeri pada awal abad XIX yang kemudian lebih dikenal dengan nama Puri Agung Negara. Raja-raja yang memerintah di Kerajaan Jembrana berikutnya pun memusatkan birokrasi pemerintahannya di Kraton (Puri) Agung Negara. Patut dicatat bahwa ada dua periode birokrasi pemerintahan yang berpusat di Kraton (Puri) Agung Negara.
Periode pertama ditandai oleh birokrasi pemerintahan kerajaan tradisional yang berlangsung sampai tahun 1855. Telah tercatat pada lembaran dokumen arsip pemerintahan Gubernemen bahwa kerajaan Jembrana yang otonom diduduki oleh Raja Jembrana V (Sri Padoeka Ratoe) I Goesti Poetoe Ngoerah Djembrana (1839 – 1855). Pada masa pemerintahannya, pihak kerajaan Jembrana menandatangani piagam perjanjian persahabatan bilateral anatara pihak pemerintah kerajaandengan pihak pemerintah Kolonial Hindia Belanda (Gubernemen) pada tanggal 30 Juni 1849.
Periode kedua selanjutnya digantikan oleh birokrasi modern, melalui tata pemerintahan daerah (Regentschap) yang merupakan bagian dari wilayah administratif Keresidenan Banyuwangi. Pemerintahan daerah Regentschap yang dikepalai oleh seorang kepala pribumi (Regent) sebagai pejabat yang dimasukkan dalam struktur birokrasi Kolonial Modern Gubernemen yang berpusat di Batavia. Status pemerintahan daerah (Regentschap) berlangsung selama 26 tahun (1856 – 1882).
Masa Raja Jembrana ke VI yang dipimpin I Gusti Ngurah Made Pasekan (1855 sampai 1866), raja mengalami dua peralihan status yaitu sebagai Raja Jembrana (1855 sampai 1862) dan sebagai status Regent atau Bupati (1862 sampai 1866), dimana kedudukan kerajaan berada di Puri Pacekan Jembrana. Ketika reorganisasi pemerintahan di daerah diberlakukan berdasarkan Staatblad Nomor 123 tahun 1882, maka untuk wilayah administratif Bali dan Lombok diberi status wilayah administratif Keresidenan tersendiri. Wilayah Keresidenan Bali dan Lombok dibagi lagi menjadi dua daerah (Afdeling) yaitu Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana berdasarkan Staatblad Nomor 124 tahun 1882 dengan satu ibukota yaitu Singaraja. Selanjutnya daerah Afdeling Jembrana terbagi atas distrik-distrik yang pada waktu itu terdiri dari tiga distrik yaitu Distrik Negara, Distrik Jembrana, dan Distrik Mendoyo. Masing-masing distrik dikepalai oleh seorang Punggawa. Selain distrik juga diberlakukan jabatan Perbekel, khusus yang mengepalai komunitas Islam dan komunitas Timur Asing sebagai kondisi daerah yang unik dari sudut interaksi dan integrasi antar etnik dan antar umat beragama.
Sejak reorganisasi tahun 1882 telah ditetapkan dan disahkan nama satu ibukota untuk Keresidenan Bali dan Lombok yaitu Singaraja, yang akan membawahi daerah (Afdeling) Buleleng dan Jembrana. Akan tetapi, pada proses waktu selanjutnya muncul aspirasi masyarakat di dua daerah afdeling (Buleleng dan Jembrana) untuk menetapkan nama-nama ibukota Daerah-daerah Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana.
Aspirasi masyarakat tersebut di respon positif oleh pihak Gubernemen di Batavia, sehingga diterbitkannya sebuah Lembaran Negara (Staatsblad) tersendiri untuk melakukan pembenahan (Reorganisasi) tata pemerintahan daerah di daerah-daerah (Afdeling) Buleleng dan Jembrana. Pihak Gubernemen dan segenap jajarannya di Departemen Dalam Negeri (Binnenlandsch Bestuur) sangat memperhatikan dan mendukung sepenuhnya aspirasi masyarakat untuk menetapkan nama-nama ibukota Daerah-daerah Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana. Pihak Gubernemen ingin mengakhiri kebiasaan yang menyebut nama Ibukota Afdeling Buleleng dan Jembrana di Keresidenan Bali dan Lombok dengan nama lebih dari satu. Semula (Tahun 1882-1895) hanya diberlakukan satu nama Ibukota yaitu Singaraja untuk wilayah Keresidenan Bali dan Lombok yang membawahi Daerah-daerah Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana.
Sejak disetujui, maka ditetapkanlah nama-nama Ibukota daerah tersendiri terhadap Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana di Keresidenan Bali dan Lombok. Berdasarkan Staatsblad Van Nederlandsch Indie Nomor 175 Tahun 1895, ditetapkanlah Singaraja dan Negara sebagai ibukota dari masing-masing Afdeling. Dengan demikian, sejak 15 Agustus 1895 berakhirlah nama satu ibu kota Singaraja sebagai ibukota Keresidenan Bali dan Lombok yang membawahi Daerah-daerah Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana. Sejak itu pula dimulailah nama-nama Ibukota Singaraja untuk Keresidenan Bali dan Lombok dan Daerah bagiannya di Afdeling Buleleng, serta Negara untuk Daerah Bagian Afdeling Jembrana.
Munculnya nama-nama Jembrana dan Negara hingga sekarang, memiliki arti tersendiri dari perspektif historis. Nama yang diwarisi itu telah dipahatkan pada lembaran sejarah di Daerah Jembrana sejak digunakan sebagai nama Kraton (Puri) yaitu Puri Gede / Agung Jembrana dan Puri Agung Negeri Negara. Oleh Karena Kraton atau Puri adalah pusat birokrasi pemerintahan kerajaan tradisional, maka dapat dikatakan bahwa Jembrana dan Negara merupakan Kraton (Puri) yang dibangun pada permulaan abad XVIII dan abad XIX dengan tipe kota kerajaan bercorak Hinduistik.
Sejak tanggal 1 Juli 1938, daerah (Afdeling, regentschap) Jembrana dan juga daerah-daerah afdeling (Onder-afdeling, regentschap) lainnya di Bali ditetapkan sebagai daerah-daerah swapraja (Zelfbestuurlandschapen) yang masing-masing dikepalai oleh Zelfbestuurder (Raja). Raja di Swapraja Jembrana (Anak Agoeng Bagoes Negara) dan Raja-raja di swapraja lainnya di seluruh Bali terlebih dahulu telah menyatakan kesetiaannya terhadap pemerintah Gubernemen. Anak Agung Bagoes Negara memegang pemerintahan di swapraja Jembrana secara terus- menerus selama 29 tahun meskipun terjadi perubahan tatanegara dalam sistem pemerintahan.
Kepemimpinannya di Jembrana berlangasung paling lama dibandingkan dengan kepemimpinan yang dipegang oleh pejabat-pejabat pelanjutnya. Selama kepemimpinannya dua nama yaitu Jembrana dengan ibukotanya Negara senantiasa terpateri dalam lembaran sejarah pemerintah di Jembrana, baik dalan periode Pendudukan Jepang (Tahun 1943-1945), periode Republik Indonesia yang hanya beberapa bulan (Tahun 1946-1950) maupun pada waktu kembali ke periode bentuk Negara Indonesia Timur (Tahun 1946-1950) maupun pada waktu kembali ke periode bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (Tahun 1950- 1958). Sejak gelar Bupati diberlakukan sebagai kepala pemerintahan Daerah Tingkat II pada tahun 1959 sampai saat ini, nama “Negara” sebagai ibukota Daerah Kabupaten Jembrana tetap dilestarikan.
Lambang Daerah Kabupaten Jembrana
Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Lambang Daerah Kabupaten Jembrana menguraikan bahwa lambang daerah merupakan identitas sebagai sarana pemersatu dan wujud eksistensi suatu daerah yang menjadi panji kebesaran, simbul kultur masyarakat dan kekhasan daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, lambing daerah merupakan manifestasi budaya yang berakar dari sejarah dan perjuangan suatu daerah dalam mewujudkan visi dan misi daerah serta cita-cita luhur bangsa.
Daun lambang berbentuk prisai segi lima, melambangkan dasar dan filsafat Negara Kesatuan Republik Indonesia Pancasila, dimana daerah Kabupaten Jembrana merupakan bagiannya. Didalam daun lambang terdapat motto daerah Tri Ananta Bhakti yang memiliki arti tiga pengabdian yang kekal, mengabdi kepada tuhan, mengabdi kepada tanah air dan mengabdi kepada hidup. Dalam prisai segi lima juga terdapat simbol-simbol yang merupakan unsur-unsur lambang dengan arti sebagai berikut :
- Bintang melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa;
- Candi melambangkan kebudayaan, dan naga melambangkan penjaga kekokohan sebuah pemerintahan;
- Padi dan kapas melambangkan kemakmuran;
- Gelombang laut melambangkan gerak dan dinamis; dan
- Tulisan “Jembrana” menunjukan lambang Daerah Kabupaten Jembrana
Pada lambang Daerah Kabupaten Jembrana terdapat beberapa warna dengan berbagai arti yang diuraikan sebagai berikut :
- Warna dasar hijau tua mengandung arti keinginan, ketabahan dan kekerasan hati;
- Warna kuning tua mengandung arti kejayaan/kebesaran;
- Warna kuning emas mengandung arti keemasan;
- Warna putih mengandung arti suci;
- Warna hitam mengandung arti ketegasan, kuat dan teguh; dan
- Warna merah mengandung arti keperwiraan / keberanian
Simbol-simbol pada lambang daerah Kabupaten Jembrana yang merupakan unsur-unsur lambang tersusun atas sejumlah bilangan dengan arti sebagai berikut :
- Kapas berjumlah 17 (tujuh belas) buah memiliki arti tanggal kemerdekaan Republik Indonesia
- Gelombang laut berjumlah 8 (delapan) buah mengandung arti bulan kemerdekaan Republik Indonesia
- Ujung candi tertinggi berstupa berjumlah 1 (satu) buah mengandung arti angka 1 (satu) pada tahun kemerdekaan Republik Indonesia
- Ujung stupa lainnya berjumlah 9 (Sembilan) buah mengandung arti angka 9 (satu) pada tahun kemerdekaan Republik Indonesia
Butiran padi berjumlah 45 (empat puluh lima) buah mengandung arti tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.